Whoa... ketika Anda mencari atau googling kata kunci blog anti vaksin, Anda mungkin akan sampai di halaman ini. Karena, dengan keyword itu, blog ini ada di page 1 hasil pencarian.
Apakah penulis blog ini adalah seorang anti vaksin?
Yang perlu dikutuk karena membahayakan kesehatan orang dan atau anak-anak lain di sekitar?
Yang jelas, saya memang sangat-sangat tertarik untuk mencari tahu apapun yang punya hubungan dengan vaksin, vaksinasi, dan imunisasi. Manifestasi dari instink 'hubbul istithla'', rasa penasaran yang hebat untuk mengetahui sesuatu.
Dan sesuatu itu adalah tentang vaksinasi tadi. Yang saya dapat dari pencarian itu sebagiannya saya coba tulis di sini.
Seorang teman saya bilang, sekarang ini adalah zamannya sosmed. Setiap orang, setiap penggunanya bebas untuk menyampaikan pendapat. Jadi boleh dong saya menyuarakan isi pikiran saya.
Kalau saya lebih condong ke tidak memvaksin, tentu saya punya alasan tersendiri. Yang lebih penting lagi adalah kesanggupan untuk mempertanggungjawabkan pilihan tersebut.
Vaksinasi itu buat saya, lebih banyak ruginya daripada manfaatnya. Kalaulah ada satu-satunya produk di zaman modern ini yang setiap orang dikenakan kewajiban untuk menggunakannya, produk itu adalah vaksin. Produk-produk lain tidak akan sampai dikampanyekan secara masif, bahkan dipaksakan untuk diberikan ke tiap individu seperti vaksin, seberapapun pentingnya.
Sebenarnya, kalau vaksin memang sudah terbukti aman, efektif, dengan harga yang terjangkau oleh setiap kalangan, saya mungkin akan berubah pendirian. Ada sih, vaksin yang sudah lama dipraktikkan di bidang homeopati -homeoprofilaksis- yang mampu memenuhi kriteria aman, efektif, dan terjangkau tadi.
Masalahnya, tidak ada pabrikan vaksin yang mau memproduksinya. Karena harganya murah dan sangat mungkin, mereka tidak akan bisa mengeruk untung besar darinya.
Siapa yang selalu diuntungkan dari program imunisasi masal/wajib? Meski semua vaksin itu gratis, bukankah pihak pabrikan vaksin akan tetap menerima aliran dana dari subsidi pemerintah yang berasal dari pendapatan negara? Itu uang rakyat juga kan?
Produk farmasi lain, semisal obat atau alat kontrasepsi hanya akan diberikan kepada yang mau memakainya. Lain dengan vaksin.
Jika ada yang menolak vaksin, terlepas dari apapun alasannya, sering sekali orang seperti ini dibully dan dilabeli tidak menyokong kesehatan umat.
Pendapat yang saling bertentangan, pro vaksin dan anti vaksin itu punya pijakan masing-masing. Jika terdapat dua hal yang bertentangan, kewajiban orang tua adalah melihat mana yang lebih kuat untuk diikuti.
Bukan sekadar ikut-ikutan menolak atau mengiyakan.
Saya terlanjur membaca sejumlah tulisan terkait dan punya kesimpulan jika memvaksin lebih berbahaya daripada tidak memvaksin. Argumen dari para kritikus vaksin ditambah apa yang saya lihat dan rasakan di sekitar lebih meyakinkan dan berbobot daripada argumen yang diungkapkan oleh para pendukung vaksinasi.
Kalau vaksin memang efektif, mengapa ada saja orang tua yang begitu khawatir jika anak-anaknya yang sudah divaksin lengkap bermain bersama anak orang lain yang tidak divaksin?
Toh tubuh mereka sudah kebal karena vaksin.
Kalau masih menganggap berbaur dengan anak non vaksin itu berbahaya, apa itu tidak sama dengan menganggap vaksin yang diterimanya tidak ampuh? Lantas mengapa pula mau divaksin?
Kalau orang macam saya disebut berbahaya karena akan mengacaukan cakupan imunisasi (vaksinasi) sehingga prosentase minimal herd immunity aka kekebalan kelompok tidak terpenuhi.. Bukankah herd immunity itu aslinya akan terjadi bila suatu komunitas terkena wabah penyakit tertentu, sehingga setelah sembuh, manusianya akan kebal sampai mati?
Mengapa prinsip herd immunity yang berasal dari infeksi alami kemudian diaplikasikan ke vaksinasi yang merupakan 'infeksi' buatan? Herd immunity dari hasil vaksinasi itu telah terpatahkan sedemikian rupa karena tidak terbukti.
Mudahnya, sebagai contoh, jika herd immunity harus mencakup 95% dari populasi -bukan hanya anak-anak-, berapa persen dari penduduk Indonesia yang tidak divaksin campak hari ini?
Yang sering juga terjadi, orang terkena penyakit dari vaksinnya sendiri. Vaksin polio misalnya, bisa membuat seseorang terkena polio. Vaksin polio menjadi penyebab nomor satu kelumpuhan akibat polio. Sudah banyak yang membahas masalah ini, tinggal cari di internet.
Ow, cuma mengandalkan internet lantas berani bicara??
Itu dikembalikan ke individunya..
Vaksin campak di negeri kita dimulai tahun 1983. Yang disasar adalah balita. Sekarang, dari 250 juta penduduk, berapa yang sudah divaksin campak? Generasi yang lahir sebelum tahun 80-an, sangat banyak yang tidak divaksin campak.
Tentu, cakupan 95% untuk syarat herd immunity itu tidak tercapai. Apakah penjangkitan atau wabah campak yang fatal terjadi di negeri kita tercinta pada masa sekarang?
Ada banyak kisah tragis kecacatan atau kematian terkait vaksin yang bisa dengan mudah kita dapatkan. Kalau para pejabat kesehatan tetap ngotot vaksin itu aman-aman saja, bukankah itu seperti menuduh para ibu yang menceritakan kondisi anaknya yang cedera atau bahkan meninggal sesudah divaksin itu berdusta? Sanevax.org punya data melimpah tentang hal itu.
Para pengritik vaksin atau kebijakannya itu bukan berkata tanpa sains. Masih menurut mereka, sains vaksin itu belum tuntas, belum berakhir dengan kesimpulan tunggal yang mengunggulkan vaksin. Sudah banyak kajian yang mendapati hal sebaliknya.
Mereka, para kritikus vaksin itu adalah manusia real yang sebagian besarnya masih bernafas hari ini.
Memang saya rasa ada juga orang penolak vaksin yang asal bicara, bahkan sampai membuat tuduhan keji yang dialamatkan pada para tenaga medis. Sialnya, para tenaga medis juga mau-maunya menanggapi argumen mereka, kadang sama emosinya.
Kalau yang menjadi persoalan dalam vaksin adalah kehalalannya, maka, begitu pabrikan vaksin mampu membuat vaksin halal, urusan selesai. Tapi, keamanan dan kefektifan vaksin akan terus menghantui jika tidak terbukti.
Saya juga bukan anti sains. Saya hormati setiap orang dengan pendiriannya terkait vaksin.
Yang sangat saya harapkan itu adalah perubahan kebijakan vaksin yang membuka ruang kebebasan bagi setiap warga negara untuk menentukan sikapnya terhadap imunisasi dengan cara vaksinasi. Ini curahan dari dasar hati yang sedang panas dan sesak oleh pewajiban vaksinasi masal... Sungguh, ada banyak cara lain untuk membuat tubuh sehat disamping vaksinasi.
Juga, jikapun hendak memvaksin, diagnosis yang jelas semestinya ditegakkan untuk setiap calon penerima... mungkin bukan dengan cara menyuruh tiap bayi mangap lalu ditetesi vaksin oral dengan alasan demi mememberantas polio, atau menjadikan setiap bayi pincushion alias bantalan jarum-jarum vaksin yang kadang diberikan lebih dari satu suntikan dalam sekali kunjung dokter...
sumber gambar: abc.net.au
0 comments:
Post a Comment
I'd love to hear you saying something: