1/12/2016

Kisah di Balik Vaksin - Bagian 7

Momen Eureka


Dokter Johnson tampaknya terkesan pula dengan penemuan-penemuan itu. Katanya pada halaman 199, “Hubungan ini menuntun saya untuk mendukung rekomendasi bahwa bayi tidak diimunisasi dengan vaksin berthimerosal hingga usia dua tahun bila sediaaan alternatif yang cocok tersedia.” Luar biasanya dia menambahkan, “Saya tidak percaya diagnosis itu membenarkan kompensasi dalam Program Kompensasi Vaksin.” Menariknya, salah seorang pakar yang hadir adalah dr. Vito Caserta, Chief Officer di Program Kompensasi Cedera Vaksin.

Di titik ini, dr. Johnson mengutarakan perhatiannya terhadap cucu laki-lakinya. Katanya (halaman 200), “Maafkan komentar pribadi ini, tapi saat itu saya ditelepon pada jam delapan untuk keperluan darurat dan menantu saya melahirkan lewat pembedahan. Putra sulung saya dan saya sendiri tidak ingin bayi itu mendapat vaksin berthimerosal sampai kami tahu lebih jauh tentang apa yang sebenarnya berlangsung. Mungkin akan perlu waktu yang lama. Dalam pada itu, dan saya tahu kemungkinan adanya implikasi hal ini secara internasional, tapi sementara ini saya pikir saya ingin cucu saya hanya diberi vaksin yang bebas thimerosal.”


Jadi, kita punya seorang ilmuwan yang duduk dalam panel ini yang akhirnya merumuskan kebijakan pada seluruh anak di negara ini, juga di negara-negara lain, yang takut bila sang cucu mendapat vaksin berthimerosal, namun dia tidak cukup peduli tentang anak Anda dan bersuara untuk menghentikan kegilaan ini. Dia mengizinkan penutup-nutupan terjadi seusai pertemuan ini dan tetap bungkam.

dokter tidak memvaksin
image dari thehealthyhomeeconomist.com
Yang juga menarik untuk dicatat adalah dia merasa jawaban itu akan datang dalam waktu yang lama, tapi dalam rentang waktu itu, cucunya akan dilindungi. AAP, AAFP, AMA, CDC dan setiap organisasi lain akan mendukung vaksin berthimerosal ini dan mengumumkan vaksin-vaksin itu seaman mata air pegunungan, tapi dr. Johnson dan sejumlah pakar lainnya akan tetap diam.

Hanya di hari terakhir konferensi kita mengetahui bahwa sebagian besar keberatan terkait hubungan positif antara vaksin berthimerosal dan ADD juga ADHD adalah palsu. Sebagai contoh, dr. Rapin di halaman 200 mengatakan bahwa semua anak dalam penelitian itu berusia di bawah 6 tahun, sehingga ADD dan ADHD sangat sulit untuk didiagnosis pada anak usia pra-sekolah. Dia juga mengatakan bahwa sejumlah anak diikuti (dimonitor) hanya dalam waktu yang singkat.

Dokter Stein menambahkan, adalah fakta bila usia rata-rata yang didiagnosis ADHD itu 4 tahun 1 bulan. Suatu diagnosis yang sangat sulit dilakukan dan karena itu garis pedoman yang diterbitkan oleh AAP membatasi diagnosis pada usia 6 hingga 12 tahun. Tentu, dia menyiratkan bahwa ada terlalu banyak yang terdiagnosis ADHD. Tapi, satu studi terkini menemukan bahwa penelitian dari Denmark yang terkenal itu, yang membuat Institute of Medicine mengumumkan ketiadaan hubungan antara autisme dan vaksin MMR, menggunakan taktik yang sama. Mereka memotong masa follow-uppada usia 6 tahun.

Diketahui bahwa banyak kasus yang muncul setelah masa usia ini, terutama ADD dan ADHD. Faktanya, nyaris sebagian besar masalah (gangguan) belajar mencul ketika anak dipanggil untuk mengerjakan tugas yang memerlukan lebih banyak pelibatan intelijensi. Karena itu, kemungkinannya mereka gagal mendiagnosis sejumlah kasus dengan menghentikan penelitian terlalu dini.

Beberapa peserta berusaha mengatakan bahwa autisme adalah kelainan genetik dan karenanya tidak punya hubungan apapun dengan vaksin. Dokter Weil menghabisinya dengan berkomentar, “Kita tidak melihat terjadinya perubahan genetik dalam 30 tahun.” Dengan kata lain, bagaimana kita tiba-tiba melihat peningkatan kelainan yang berhubungan dengan genetik sebanyak 300% terjadi dalam waktu sesingkat itu? Juga, ada dua bentuk autisme yang dikenal, pertama yang tampak ketika lahir dan satunya berkembang di kemudian hari pada masa kanak-kanak. Autisme bentuk pertama belum berubah kejadiannya karena statistiknya telah terjaga, sedangkan bentuk yang kedua mewabah.

Dalam sebuah diskusi yang menarik yang berakhir dengan pembenaran pandangan bahwa merkuri di dalam tubuh anak yang diimunisasi dengan vaksin berthimerosal tidak berbahaya, diketengahkan dua penelitian pada anak-anak yang lahir dari para ibu yang mengonsumsi sejumlah banyak ikan yang terkontaminasi merkuri. Penelitian kesatu yang dilaporkan di jurnal Neurotoxicology memeriksa anak-anak yang hidup di Republik Seychelles. Dalam studi ini, mereka memeriksa efek merkuri pra-kelahiran melalui makanan sang ibu yang mengonsumsi ikan dengan kandungan metilmerkuri yang tinggi.

Sebuah baterai untuk menguji kejadian penting dalam tonggak perkembangan dipasang dan tidak ada efek samping yang dilaporkan dalam penelitian yang dilaporkan oleh dr. Clarkson dan rekan-rekannya, orang yang sama yang hadir di konferensi ini. Dia tidak pernah menyebutkan bahwa sebuah penelitian lanjutan terhadap anak-anak yang sama, benar-benar menemukan hubungan positif antara paparan metilmerkuri dan performa buruk dalam tes memori. Pada penelitian kedua yang dilakukan pada anak-anak yang yang hidup di Kepulauan Faroe yang terpapar metilmerkuri, para peneliti menemukan kerusakan dalam perkembangan saraf. Eksperimen ini dilakukan oleh ilmuwan-ilmuwan dari Jepang.

Selama diskusi itu, dr. Clarkson dan yang lain merujuk pada dua penelitian ini. Ketika mereka diingatkan bahwa penelitian Faroe memang menemukan cedera neurologis pada anak-anak, mereka membantah dengan berkata ini paparan merkuri sebelum kelahiran, bukan setelah kelahiran seperti yang akan terlihat dengan vaksinasi. Pemikiran bahwa pada masa pra kelahiran otak mengalami pembentukan dan perkembangan saraf membuatnya semakin rentan. Seperti yang sudah saya sebutkan, pertumbuhan dan perkembangan otak yang cepat berlanjut hingga dua tahun setelah lahir dan bahkan pada usia 6 tahun, otak hanya terbentuk 80% saja.

Dokter Clarkson terus saja merujuk pada penelitian Seychelles yang memperlihatkan bahwa anak-anak mencapai tonggak perkembangan saraf yang normal seperti yang ditunjukkan oleh sejumlah tes. Dokter Weil (halaman 216) mengatakan tes itu tidak memuat informasi apapun tentang fungsi otak anak-anak itu di masa depan. Katanya, “Saya telah memeriksa banyak riwayat anak-anak yang bermasalah di sekolah. Riwayat itu berupa tonggak perkembangan yang normal atau lebih maju namun mereka tidak dapat membaca di kelas dua, mereka tidak bisa menulis di kelas tiga, mereka tidak mampu mengerjakan matematika di kelas empat dan sejauh yang bisa saya katakan tidak ada hubungannya dengan riwayat yang kami dapatkan dari tongggak perkembangan. Jadi saya kira ini adalah pengukuran yang sangat mentah tentang perkembangan saraf.”

Dengan kata lain, kedua penelitian ini tidak memberi informasi apa-apa mengenai perkembangan fungsi otak anak-anak itu yang sesungguhnya, kecuali bahwa mereka mencapai tonggak yang paling dasar. Dengan kata lain, anak Anda mungkin bisa menyusun balok, mengenali bentuk dan memiliki kemampuan berbahasa yang mendasar, tetapi di kemudian hari kemampuan itu nyata-nyata melemah ketika mereka menghadapi soal matematika yang lebih tinggi, ketrampilan bahasa yeng lebih lanjut (pemahaman) dan kemampuan untuk bersaing di lingkungan intelektual yang sangat kompetitif, seperti di perkuliahan atau sekolah menengah. Masa depan mereka akan terbatas pada pekerjaan biasa dan terbatas secara intelektual.

Perkembangan otak paska kelahiran, yaitu dari saat lahir hingga usia 6 atau 7, melibatkan penyesuaian yang bagus dari koneksi sinap, perkembangan dendrit dan pemurnian jalur, yang kesemuanya mempersiapkan otak untuk berpikir lebih kompleks. Elemen-elemen otak ini sangat peka terhadap toksin dan stimulasi imun yang berlebihan selama masa ini. Hal ini tidak pernah diungkap selama konferensi.

Lebih jauh, harus pula diingat bahwa anak-anak dalam kedua penelitian tersebut hanya terpapar metilmerkuri dan bukan efek neurotoksik terkombinasi dari merkuri, aluminium dan aktivasi sistem imun otak (mikroglia) yang berlebih dan kronis. Inilah yang membuatnya sangat tidak masuk akal, bahwa beberapa dari ‘vaksinolog’ dan mereka yang disebut ahli akan meragukan ‘kemasukakalan biologis’ dari thimerosal atau tiap komponen vaksin menyebabkan masalah-masalah perkembangan saraf. Literatur medis disesaki oleh penelitian semacam itu. Kemasukakalan biologis itu sangatlah kuat.



(Bersambung)

0 comments:

Post a Comment

I'd love to hear you saying something: