1/01/2016

Kisah Di Balik Vaksin - Bagian 3

Pengetahuan yang Sangat Sedikit

Bahaya vaksin thimerosal

Konferensi ini membahas efek merkuri dalam bentuk thimerosal terhadap perkembangan otak bayi. Tapi, sepanjang konferensi, para pakar kita, khususnya ‘vaksinolog’ tampak hanya mengetahui sedikit hal tentang merkuri, yaitu sebatas literatur yang menunjukkan tidak adanya efek toksik kecuali pada level yang sangat tinggi.


Tidak ada pakar yang memiliki keahlian di bidang ini yang diundang, misalnya dr. Ascher dari Bowman Grey School of Medicine atau dr. Haley Boyd, yang telah banyak meriset efek toksik merkuri berkonsentrasi rendah terhadap sistem saraf pusat. Mereka tidak diundang karena akan membahayakan tujuan yang sebenarnya dari pertemuan ini, yaitu agar merkuri dalam vaksin tidak dituding sebagai penyebab masalah.

Selama konferensi, dr. Brent beberapa kali mengingatkan para peserta bahwa masa paling sensitif bagi otak yang sedang berkembang adalah pada awal kehamilan. Dia menegaskan bahwa minggu ke 8-18 sebagai masa pematangan saraf.

Di kenyataan, masa pematangan otak, perkembangan sinap dan perkembangan jaringan otak yang paling cepat terjadi selama trimester terakhir kehamilan dan berlanjut hingga dua tahun setelah bayi dilahirkan. Hal ini sering diistilahkan sebagai ‘brain growth spurt.’ Ini juga tidak disebutkan satu kalipun dalam konferensi, lagi-lagi karena jika para ibu mengetahui otak anaknya sedang sibuk berkembang sampai masa dua tahun setelah kelahiran, mereka akan kurang bisa menerima pernyataan kosong para vaksinolog tentang keamanan merkuri.

Otak mengembangkan lebih dari 100 triliun koneksi sinap dan puluhan triliun koneksi dendrit selama periode yang sangat sensitif ini. Baik dendrit maupun sinap bersifat sangat sensitif bahkan terhadap merkuri yang berdosis sangat rendah dan racun-racun lainnya. Merkuri di bawah dosis toksik telah menunjukkan kemampuan menghalangi protein-protein pembawa glutamat yang berperan vital dalam melindungi otak dari eksitotoksisitas.

Thimerosal dalam Vaksin


Penelitian-penelitian yang meyakinkan menunjukkan bahwa kerusakan pada sistem perlindungan ini berperan besar dalam hampir semua penyakit neurodegeneratif, juga perkembangan otak yang tidak normal.

Penelitian-penelitian terkini telah menunjukkan penumpukan glutamat di dalam otak anak-anak autis, namun para ahli ini sepertinya tidak peduli terhadap suatu zat (merkuri) yang sangat kuat dalam memicu eksitotoksisitas otak.

Menarik juga untuk menghitung berapa kali dr. Brent menekankan bahwa kita tidak mengetahui batasan toksisitas merkuri pada otak yang sedang berkembang. Lagi-lagi ini tidak benar; kita sebenarnya tahu, dan Journal of Toxicology menyatakan bahwa apapun di atas 100 µg bersifat neurotoksik (meracuni saraf). Di kenyataan, WHO menyatakan tidak ada level aman bagi merkuri.

Pemikiran Konkret

Pada halaman 164, dr. Robert Davis, Associate Professor of Pediatrics and Epidemiology di Universitas Wasington mengadakan pengamatan yang sangat penting. Dia menyatakan, di populasi seperti Amerika Serikat, terdapat individu dengan berbagai level merkuri yang didapat dari sumber yang berbeda-beda (makanan, tinggal di dekat fasilitas pembakaran batubara, dan sebagainya). Dengan memvaksin semua orang, berarti menaikkan level merkuri pada mereka yang sudah berlevel merkuri paling tinggi dan mempertinggi mereka yang berlevel sedang.

Para ‘vaksinolog’ yang bermasalah dalam hal ‘berpikir konkret’ ini sepertinya tidak menyadari sepenuhnya bahwa tidak semua orang itu sama. Mereka gagal menangkap ‘ketidakpastian’ ini.

Untuk lebih memahami hal ini, kita ambil contoh sebuah keluarga petani yang tinggal dalam radius 3 mil dari instalasi pembakaran batubara. Karena mereka juga hidup dekat laut, mereka pun menyantap hidangan laut sehari-harinya. Pupuk, pestisida, dan herbisida yang digunakan pada tanaman mengandung merkuri dengan level yang perlu diperhatikan.

Instalasi pembakaran batubara memancarkan merkuri berlevel tinggi ke udara yang dihirup oleh keluarga petani itu setiap hari dan makanan laut yang mereka konsumsi mengandung merkuri dengan level yang melebihi standar EPA.

Artinya, setiap bayi yang terlahir dari orang-orang ini akan memiliki level merkuri yang sangat tinggi.

Begitu lahir, bayi-bayi itu diberi berbagai vaksin yang bahkan mengandung merkuri yang lebih banyak, sehingga secara nyata mempertinggi level merkuri dalam tubuh mereka. Apakah para ‘vaksinolog’ ini mencoba meyakinkan kita bahwa anak-anak itu baik-baik saja dan mereka dikorbankan di altar ‘kebijakan vaksin?’

Penelitian-penelitian terkini oleh para pakar neurotoksikologi telah mengamati bahwa seiring dengan meningkatnya kemampuan kita mendeteksi efek toksik yang samar, khususnya pada perilaku dan fungsi-fungsi saraf yang lain, kita menurunkan paparan yang bisa diterima. Faktanya, dr. Sinks mengemukakan hal yang pasti itu dengan menjadikan timbal sebagai contoh. Dia mengamati, seiring dengan kemampuan kita menguji perilaku saraf, dosis timbal yang berterima kita turunkan secara berkesinambungan.

Vaksin thimerosal autisme

Dokter Johnson tanpa takut menambahkan, “Semakin kita cerdas, semakin rendahlah batas aman itu.” Namun dia, juga peserta lain agaknya tidak menjadi semakin cerdas terkait hal ini (merkuri dalam vaksin).

Dokter Robert Chen, kepala Vaccine Safety and Development di Program Imunisasi Nasional CDC, kemudian mengungkap alasan mereka menolak bertindak terkait masalah itu. “Persoalannya, adalah tidak memungkinkan, tidak etis apabila kita biarkan anak-anak tidak diimunisasi, sehingga Anda tidak akan pernah menyelesaikan hal itu. Jadi, kita harus mengesampingkannya.” (halaman 169) Intinya, (program) imunisasi anak lebih diutamakan daripada masalah keamanan vaksin itu sendiri.

---- Bersambung ----

0 comments:

Post a Comment

I'd love to hear you saying something: