11/21/2016

Antara Bai'at dan Akad Nikah

Setahu saya, kata bai'at alias berjanji setia menjadi populer di masyarakat saat beberapa waktu lalu santer pemberitaan tentang negara Islam - ISIS - mewarnai media besar. Di televisi, koran dan semuanya, sehingga pemerintah tergerak untuk mengambil sikap.

Saya sendiri tidak sepenuhnya mengerti arti detil dan mekanisme bai'at; namun secara umum ia bisa dipahami sebagai janji setia dari seseorang untuk bersedia dipimpin oleh seseorang lainnya.

antara baiat dan akad nikah

Tentu saja, pemimpin itu harus punya kualitas tertentu yang membuatnya layak untuk memimpin. Seperti pembaharuan bai'at pemimpin baru Al-Qaidah Yaman (AQAP), Syaikh Abu Hurairah Qassim al-Raymi kepada 'amir Al-Qaidah pusat di Khurasan, Syaikh Aiman Az-Zawahiri lebih dari setahun yang lalu:

Saya menyatakan kesetiaan kepada Anda, siap mendengarkan dan patuh, di waktu sulit dan mudah.
Jadi, bai'at menyaratkan ketaatan, kepatuhan, ketundukan, kepada orang yang dibai'at. Pastinya ketaatan itu terjadi pada perkara yang tidak diharamkan.

Ketidaktaatan pada pemimpin bisa berakibat fatal. Kisah Perang Uhud contohnya. Pasukan panah yang tergoda dengan melimpahnya harta rampasan menjadi lengah dan melupakan pesan Rasulullah untuk tetap bersiaga di puncak bukit. Karenanya kaum muslimin mengalami kekalahan setelah dilibas pasukan kaum musyrikin di bawah pimpinan Khalid bin Walid kala itu.

Begitu juga pembangkangan Daulah Islam (ISIS) pada Al-Qaidah pusat. ISIS semakin terlihat dungu dan menjadi-jadi kebrutalannya. Mereka bicara dan bersuara tentang Islam, tapi perbuatan mereka merusak citra Islam itu sendiri.

Saya rasa antara bai'at dan akad nikah punya kemiripan yang sangat. Bai'at diucapkan oleh yang dipimpin, sedangkan akad nikah diucapkan oleh pemimpin. Ada perjanjian besar di sana yang akan menjadi pengikat antara yang dipimpin dan pemimpinnya.

Pembelotan, pelanggaran, dan ketidaktaatan seorang istri dalam pernikahan pun pastinya akan membawa petaka. Meski bisa jadi, ketidakpatuhan itu punya sebab yang beragam. Ini bisa menjadi problema besar bagi wanita-wanita rasional, khususnya INTJ. Mereka punya bawaan sulit menghormati orang lain hanya karena statusnya. Kompetensi lebih mereka hargai daripada berbagai sebutan, gelar, atau otoritas per se.

Untuk menjadi istri yang baik dengan ciri khas shalihat itu, adalah prestasi. Di sini ketaatan jadi kuncinya. Untuk itu, mereka butuh seorang pemimpin yang kompeten. Jika tidak, sikap dingin, jiwa pemberontak, terlalu analitis dan perhitungan, suka melakukan segala sesuatu sendiri, dan sederet sikap atau karakter yang lebih cenderung ke pembawaan  maskulin bisa mengemuka dan makin menggila. Siapa lelaki yang akan bertahan jika punya istri seperti ini?

Satu hal yang akan tidak terpisahkan dari kaum rasionalis adalah pemikiran, keilmuan, termasuk juga intelijensia. Ilmu, passion, juga pengamalannya akan memberi warna bahkan penentu kompetensi yang saya maksudkan di atas.

Setiap wanita rasionalis bisa saja punya pandangan yang berbeda tentang kompetensi itu. Tapi tanpa kompetensi, sulit rasanya akan terjadi ketersambungan antara dua jiwa. Ketertarikan itu biasa berawal di kepala. Bila sang pemimpin bisa bercinta dengan otaknya, INTJ, akan memberikan segala yang terbaik dalam ketaatannya :)


*image: flickr.com

0 comments:

Post a Comment

I'd love to hear you saying something: