8/14/2016

Benarkah Menulis Itu Tidak Perlu Mikir?

Intinya, saya pingin mengetes kata-kata seorang blogger yang kurang lebihnya berbunyi seperti judul di atas. Bener enggak sih, kita bisa menulis tanpa perlu mikir? Enak banget kalau bisa begitu. Setiap orang yang melek huruf pasti akan bisa melakukannya.


menulis tidak perlu mikir
image via freedesignfile.com
Terus saya mikir lagi, apa yang mau ditulis? Kan menulis juga butuh ide. Kecuali, yang hendak ditulis adalah berupa curhatan, isi dari pikiran yang entah bagaimana rupa dan bentuknya. Kalau saya sendiri, lebih suka menuliskan opini terhadap sesuatu yang terindera. 

Misalnya, ambil waktu di hampir pertengahan Agustus ini. Ada banyak tema yang berasal dari berbagai peristiwa di sekitar kita. Kasus peredaran vaksin palsu yang masih juga panas dibahas, juga rencana pengesahan undang-undang tax amnesty yang tidak kalah mengundang debat panas. Selain itu, yang bisa langsung dirasakan oleh semua orang berupa anomali cuaca. 

Bulan Agustus begini normalnya negeri kita sedang kering-keringnya karena musim kemarau yang memberi kesempatan buat petani kacang-kacangan menikmati tumbuh kembang tanamannya. Tapi, musim penghujan tidak kunjung berhenti. 

Kondisi ini mirip dengan keadaan empat tahun lalu. Saat itu bahkan beberapa daerah kena hujan es, termasuk daerahku. It's stranger by the day. Rain is falling from the sky in the middle of July... and continues to August.

Selalu, bila terjadi peristiwa tidak wajar semacam ini, saya bertanya-tanya sendiri, pertanda apakah ini? Dengan memperhatikan keadaan di sisi bumi yang lain, benarkah, tanda-tanda besar kiamat akan muncul tidak lama lagi? Seperti, hujan meteor yang mengancam bumi, akankah asap panas yang menyelimuti seluruh manusia (ad-dukhan) -kemungkinan besar akibat hantaman meteor berukuran besar- akan datang tidak lama lagi?

Terus, apa yang seharusnya kuperbuat untuk 'menyambut' semua itu, jika itu benar? Karena soal waktu, meski ada pertanya, tidak ada makhluk yang bisa ditanya tentang kepastiannya. Semua itu, buatku sangat mengerikan. Tapi, jika kita ditakdirkan untuk bertemu peristiwa-peristiwa besar itu, kita tidak boleh putus asa. Pengetahuan tentangnya harus dicari dan sabar dalam menghadapinya.

Karena tulisan ini, setidaknya saya bisa merasakan jika menulis itu memang tidak perlu mikir. Setidaknya, berpikir yang terlalu berat atau memberatkan. Jadinyapun berupa tulisan ringan. Buktinya jadi satu post ini. 

Tulisan ini mungkin sudah mencapai 300 kata dan itu target saya minimal dalam sebuah post. Tanpa persiapan, tanpa outline, saya lebih suka bilang jika menulis itu tetap butuh mikir... Meskipun hanya sedikit.

0 comments:

Post a Comment

I'd love to hear you saying something: